Kuret, atau dalam medis dikenal dengan istilah kuretase, merupakan prosedur mengeluarkan jaringan dari dalam rahim. Prosedur kuretase ini sering kali dilakukan pada wanita yang baru saja mengalami keguguran, terutama pada trimester pertama kehamilan. Hingga kini tidak sedikit orang percaya bahwa kuret bisa berdampak pada kesuburan rahim. Benarkah demikian?
Melalui kuretase, dokter biasanya memastikan bahwa tidak ada sisa jaringan yang tersisa di dalam rahim pasca keguguran. Tidak hanya itu, kuret juga dilakukan sebagai metode diagnosis pada beberapa kondisi seperti perdarahan rahim abnormal, perdarahan pasca menopause, ataupun kecurigaan adanya kanker.
Kenali prosedur kuretase
Lalu, bagaimana sebenarnya kuretase dilakukan? Untuk melakukan kuretase, diperlukan alat pembuka leher rahim (serviks) yang disebut cervical dilator dan alat berbentuk seperti sendok yang bernama kuret. Saat kuretase, alat kuret membersihkan jaringan di dalam rahim hingga dapat mengeruk lapisan dalam dinding rahim.
Selain kuret, alat pengisap vacuum aspiration juga menjadi pilihan lain yang digunakan dalam prosedur kuretase. Perlu Anda ketahui bahwa sebelum kuretase dilakukan, pasien perlu dibius (anestesi). Pembiusan ini dilakukan karena pada saat kuretase dilakukan, prosedur ini dapat menimbulkan sensasi tak nyaman seperti rasa nyeri.
Faktanya, sekitar 50 persen kasus keguguran tidak membutuhkan prosedur kuretase. Umumnya, jaringan dipercaya dapat keluar dari dalam rahim dengan sendirinya pasca keguguran pada usia kehamilan kurang dari 10 minggu. Sedangkan setelah usia kehamilan 10 minggu, perlu dilakukan prosedur kuretase untuk membantu membersihkan jaringan di dalam rahim yang mungkin masih tersisa pasca keguguran. Namun, harus diingat bahwa perlu atau tidaknya dilakukan kuretase, sangat bergantung pada kondisi rahim yang diperiksa pasca keguguran.
Apa saja risiko kuretase?
Segala prosedur medis tentu saja dapat menimbulkan risiko, termasuk kuretase. Meskipun jarang terjadi, prosedur kuretase tetap berisiko menyebabkan hal-hal berikut:
1. Kerusakan jaringan leher rahim
Masuknya beberapa alat selama kuretase berpotensi menimbulkan robekan pada leher rahim yang dapat mengakibatkan perdarahan. Jika perdarahan ini terjadi, maka tim medis akan menghentikannya dengan memberi penekanan pada area luka, pemberian obat pembekuan darah, ataupun dengan penjahitan.
2. Perforasi rahim
Perforasi rahim adalah kondisi terbentuknya lubang di dinding rahim. Hal ini bisa disebabkan oleh penggunaan alat kuret. Namun, bila perforasi yang terjadi melibatkan kerusakan pembuluh darah atau organ-organ lain di sekitar rahim, maka perlu dilakukan prosedur operasi perbaikan.
3. Infeksi
Kejadian infeksi pasca kuretase dapat terjadi, tapi terbilang jarang. Untuk mencegah terjadinya infeksi, tentu prosedur kuretase harus memperhatikan higienitas. Selain itu, pemberian antibiotik juga mungkin diperlukan sebagai upaya preventif kejadian infeksi pasca kuretase.
4. Jaringan parut pada rahim
Kuretase dapat menimbulkan jaringan parut pada dinding rahim, yang dikenal dengan istilah sindrom Asherman (Asherman’s syndrome). Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan menstruasi yang tidak teratur ataupun nyeri hebat saat menstruasi. Selain itu, sindrom Asherman dipercaya berisiko menyebabkan keguguran pada kehamilan selanjutnya dan mengganggu kesuburan.
Beberapa wanita dengan sindrom Asherman dapat mengalami kesulitan untuk hamil. Kalaupun berhasil hamil, sindrom tersebut berisiko menyebabkan gangguan pada perkembangan janin. Sering kali tindakan operasi pada penderita sindrom ini dapat membantu meningkatkan peluang memiliki kehamilan yang sehat.
Jadi, jawabannya adalah memang kuret dapat berdampak terhadap kesuburan rahim. Meski demikian, angka kejadiannya jarang. Perlu dipertimbangkan dampak baik dan buruk sebelum prosedur dilakukan. Konsultasikan dengan dokter mengenai prosedur ini, dan jangan malu bertanya hingga mendapatkan penjelasan yang detail. Jika dijalani dengan benar, kuretase tak perlu ditakuti.
Up untuk web ini sangat bagus dan membantu banget.
ReplyDelete